tag:blogger.com,1999:blog-87658372802361685612024-03-14T15:25:46.007+07:00KOMUNITAS PANGGUNGPeduli Seni Menepis SepiUnknownnoreply@blogger.comBlogger7125tag:blogger.com,1999:blog-8765837280236168561.post-82650221302101463512009-05-16T20:29:00.005+07:002009-05-16T20:50:39.894+07:00PROFIL KOMUNITAS PANGGUNG SEMARANGKetika sejumlah anak Abege sambil naik esklator dengan dandanan ala PUNK, jangan harap tanya kepada mereka apakah mereka itu benar-benar modis atau cuma sekedar biar kelihatan gaul ? Atau apakah ketika sejumlah anak sekolah menenteng pentungan dan rantai sepeda untuk tawuran dengan kelompok anak sekolah lain, jangan tanya kepada mereka apakah mereka memang jagoan atau cuma butuh legitimasi oleh teman-temannya ?<br /><br />Sejumlah pertanyaan itu bagian dari sebuah “permakluman” terhadap gejolak sosial yang ada disekitar kita. Kita akan maklum jika ternyata keinginan dan pilihan kita tempuh berbeda dengan orang lain. Bahkan, kita akan maklum terhadap keinginan dan pilihan orang lain, meski harus meredam “rasa ketersinggungan”<br /><br />Ya, semua orang selalu dihadapkan pada “permakluman-permakluman” yang sifatnya selalu semu dan serba ragu-ragu. Tak terkecuali ketika berbicara tentang pertumbuhan teater di kota Semarang, beranikah secara jujur untuk mengatakan hal-hal yang sebenarnya, tanpa harus dilambari keragu-raguan ?<br /><br />Saya sangat meyakini bahwa pertumbuhan teater tidak bisa dibatasi dalam wilayah geografis semata. Seperti juga Komunitas Panggung sangat meyakini bahwa kebutuhan integritif setiap manusia tak cuma tergantung kemampuan ekonominya, fasilitas yang dimilikinya, serta ukuran-ukuran material lainnya. Kebutuhan setiap manusia bisa dicapai siapa saja dalam kondisi apa pun.<br /><br />Kominitas Panggung sendiri berdiri pada tgl 6 Maret 2003, jika waktu menjadi tolak ukurnya. komunitas ini merupakan salah satu kelompok termuda di kota Semarang. Spirit organisasinya masih bisa terjaga hingga sekarang. Komunitas yang bermarkas di jalan Purwosari-Perbalan ini pada awalnya terbentuk atas prakarsa sekelompok anak muda pekerja seni di TBRS, yaitu Babahe, Adiet Kaliksana, Daim ASA, Abas Effendi, Eko Ndog, Ayuk, Arief Bendol, dan Alfi. Oleh karena itu mereka yang biasanya beraktifitas dibalik layar mencoba menciptakan media sendiri untuk bermain, berekspresi dan menampung kreatifitasnya. Suatu aktifitas yang positif dan bermanfaat. Berkat kegigihan dan ketekunan usaha, akhirnya membuahkan hasil dan terbentuklah Komunitas Panggung.<br /><br />Jika berbicara tentang Komunitas Panggung dalam konteks teater di Semarang maupun Jawa Tengah, mungkin tidak setenar kelompok lain. Bagi kami yang penting tetap eksis, spirit organisasinya masih tetap terjaga hingga sekarang di Semarang. Bagi kami bahwa dunia teater tidak akan pernah mati Walaupun kadang kehidupannya redup seperti lampu Teplok.<br /><br />Nama Komunitas Panggung itu sendiri mengilhami setiap anggotanya. “ bahwa semua anggota mempunyai kegelisahan yang sama dalam kreatifitas, tidak pandang tempat dan waktu, semua punya hak serta kewajiban yang sama “ Masing-masing anggota memegang prinsip “Ojo rumongso dibutuhke” yang artinya jangan terlalu merasa bahwa dirinya paling diharapkan. Nilai filosofis yang terkandung didalamnya bisa disimpulkan bahwa tujuan akan sampai jika dilakukan dengan kebersamaan, rajin dan tekun serta perpegang teguh pada prinsip yang dimiliki.<br /><br />Sistem keanggotaan yang terbuka dan sukarela membuat setiap orang yang punya minat terhadap seni peran bisa bergabung. Saat ini keanggotaan Komunitas Panggung didominasi oleh anak muda dengan latar belakang status yang beragam, mulai dari pelajar, mahasiswa, pegawai bahkan pengangguran. Sikap kekeluargaan sangat dijunjung tinggi oleh setiap anggota.<br /><br />Pegiat-pegiat Komunitas Panggung paham benar tentang bagaimana cara membentuk kesan yang positif bagi pecinta seni terhadap karya-karyanya. Di samping pentas teater dari kampung ke kampung, sekolah ke sekolah hingga pentas ke luar kota dengan mengusung lakon yang mudah dicerna oleh setiap lapisan masyarakat.<br /><br />Menatap sejarah perjalanan Komunitas Panggung memang belum seberapa. Sebagai kelompok teater yang masih muda dan belum berpengalaman, dengan keberagaman status anggotanya. Tetapi hal itu bukan menjadi penghalang besar untuk tetap berkreativitas dan tetap berkarya. Justru keberagaman status dan kurangnya pengalaman menjadi spirit tersendiri untuk tetap berkarnya. Saling mengisi satu sama lain, sehingga semuanya menjadi satu kesatuan yang utuh, jalin-menjalin.<br /><br />Maka sampai sekarang komunitas panggung tetap mencoba eksis dengan berbagai kekurangan yang ada sebagai komunitas muda. Tetap selalu berkarya adalah doa kami yang panjang. Dan tak ada pengakuan status bagi anggotanya kecuali bagi diri mereka sendiri yang merasa tetap memiliki komunitas pangggung sebagai wadah berkarya dan berkreativitas.<br /><br />Catatan pembuktian perjalanan pementasan lakon teater yang pernah di garap :<br /><br />- Thn 2003 “Sakit Itu Mahal” karya Giwing Purba.<br />- Thn 2004 “Renternir” karya Giwing Purba<br />- Thn 2005 “Sekolah Unggulan” karya Prie GS.<br />- Thn 2005 “Balada Orang-Orang Pinggiran” karya Stephanus Darmadi.<br />- Thn 2006 “Pinangan” karya Anton Chekov.<br />- Thn 2007 “Pasar Kobar” karya Eko Tunas.<br />- Thn 2008 “Obrok Owok-Owok Ebrek Ewek-Ewek” karya Danarto. <br /> - Thn 2008 “Laron-Laron” karya Prie GS<br /><br />Sebagai sebuah organisasi seni, Komunitas Panggung dilengkapi juga dengan AD/ART yang melandasi setiap kegiatan anggotanya. Tidak mengherankan jika sampai sekarang roda kehidupan organisasi Komunitas Panggung tetap berjalan. Komunitas Panggung saat ini diketuai oleh Anto galon, Sekretaris Adinar/Pay, Bendahara Abbas Effendy, S.Pdi, Dept Sastra Pandu, Dept Musik Pa’i, Dept Art. Panggung Namex, Dept Lighting Fajar, Dept Make up dan kostum Dwi, Dept Pendidikan dan Latihan Alfiyanto.<br /><br />Sampai saat ini Komunitas Panggung masih terus berkarya lewat pementasan-pementasan teaternya. Tetap bersama-sama membangun jalinan kekeluargaan yang saling mengisi satu sama lain, jalin menjalin sehingga status keanggotaan yang beragam bukan menjadi penghalang, justru memupuk kami untuk menjadi sebuah komunitas yang utuh dan tetap berkarya.<br /><br /><br /><br />CP : Alfianto : 08122546676<br /><br /> Pay : 085640026261<br /><br /> Pandu : 085226426789Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8765837280236168561.post-83790552862856860382008-09-06T08:37:00.010+07:002008-09-06T08:54:34.983+07:00Kodrat hidup mati<p style="text-align: justify; font-weight: bold; font-style: italic;" class="MsoNormal"><a href="http://www.wawasandigital.com/"><span style="font-size:100%;">(http://www.wawasandigital.com)</span></a></p><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><br />SESIAPAPUN tak <st1:state><st1:place>kan</st1:place></st1:state></span><span style="font-size:100%;"> pernah bisa menentukan nasibnya sendiri. Kapan dia harus menerima kenyataan menghadapi kematian, sebagai bentuk kehidupan yang sesungguhnya. Penentu hidup atau mati, adalah kodrat sang Ilahi. Siap atau tidak siap, jika Tuhan sudah menentukan, maka tak bisa ditawar lagi. Demikian seklumit kisah sufi dari naskah Laron-laron, karya Prie GS, yang ditampilkan kelompok teater Komunitas Panggung Semarang, sebagai salah satu agenda pementasan dalam Festival Kesenian Semarang, hasil kerja sama Komunitas Hysteria dan Dewan Kesenian Semarang (Dekase), di ruang B 6 Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Unnes, Selasa (26/8) lalu. <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Simak saja dialog seorang tokohnya, yakni Laron Sepuh, yang diperankan Khusnu. Tokoh Laron Sepuh tokoh tertua di antara laron-laron lainnya, dan hidup menyepi bersama pembantunya bernama Salindri (diperankan Dwi Aryanti). ‘’<span style="font-style: italic;">Aku orang yang kuat. Sangat kuat! Mana Mungkin aku bisa dengan tiba-tiba dibuat lemah, sangat lemah. Orang-orang itu pasti sedang dijangkiti halusinasi! Mereka pasti akan kecewa melihat siapa aku sebenarnya</span>,’’ ujar Laron Sepuh kepada Salindri.<o:p></o:p> Ucapan itu kemudian disambut Salindri dengan kalimat, ‘’<span style="font-style: italic;">Saya memang ingin Nyai Sepuh bertahan hidup, kalau memang masih kuat hidup. Tetapi bukan jenis hidup yang ngotot begini</span>.’’ Lalu, Laron Sepuh terengah-engah sambil berkata, ‘’<span style="font-style: italic;">Enak saja menyuruh orang mati. Kematian itu </span><st1:state style="font-style: italic;"><st1:place>kan</st1:place></st1:state></span><span style="font-style: italic;font-size:100%;" > hanya menarik bagi orang-orang yang siap mati. Padahal, aku </span><span style="font-size:100%;"><st1:state style="font-style: italic;"><st1:place>kan</st1:place></st1:state></span><span style="font-size:100%;"><span style="font-style: italic;"> lebih memilih siap hidup.</span>’’<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Kegundahan untuk lari dari kematian dengan alasan masih banyaknya persoalan yang belum terselesaikan, membuat Laron Sepuh digerogoti penyakit yang menyertai umur tuanya. Hingga pada akhirnya benar-benar mati dengan hanya ditemani pembantunya, Salindri. Sebagai pembantu dengan dedikasi dan kesetiaan tinggi, Salindri kemudian membawa jasad Laron Sepuh mencari apa yang diinginkan sang tuannya.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Hingga akhirnya, setelah sekian lama terbang, Salindri bertemu tokoh bernama Mursyid (diperankan To-ples). Melihat Salindri bingung terbang mencari puncak ketinggian, Mursyid berkata, ‘’Kenapa bingung menentukan rute terbang kalau jumlah arah hanya satu adanya. Laron-laron merayap untuk bersayap. Laron-laron bersayap untuk terbang. Dan tak ada penerbangan terindah selain terbang menuju cahaya. Karena di sanalah sayap-sayap akan rontok dan fana.’’<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b style="">Terganggu hujan<br /></b></span><span style="font-size:100%;">Namun sayang, lakon karikaturistik karya Prie GS yang lebih banyak menampilkan sisi perjalanan salah satu makhluk hidup menentukan jalan hidupnya sendiri itu, terganggu dengan adanya hujan deras. Vokal para pemain pun hilang diterpa suara air yang jatuh menimpa atap, hingga gemericik suaranya benar-benar mematikan vokal pemain garapan Alfiyanto itu.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Sang sutradara, Alfiyanto, mengakui kelemahan para pemainnya. Dijelaskannya, para aktor yang dipilihnya kebetulan adalah aktor-aktor baru dalam pertunjukan teater di <st1:city><st1:place>Semarang</st1:place></st1:city></span><span style="font-size:100%;">. ‘’<span style="font-style: italic;">Pengalaman berpentas mereka juga masih di bawah rata-rata pemain. Tapi bagaimana lagi, itulah adanya. Ini PR bagi saya untuk pementasan-pementasan selanjutnya,</span>’’ terangnya kepada Wawasan.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="ES" style="font-size:100%;">Sejarah naskah Laron-laron sendiri cukup unik. </span><span style="font-size:100%;">Dengan dilatarbelakangi kondisi pribadinya saat itu, ditambah lagi Prie GS yang aktif dalam kelompok pengajian Suryo Ndadari milik Teater Lingkar, naskah itu kemudian muncul dengan diorama penuh canda dalam bentuk panggung pementasan. Namun sayang, Komunitas Panggung malam itu mementaskannya dengan cukup serius, hingga tak ada dialog-dialog canda dengan nada guyonan menyeringai.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><span style="font-size:100%;">*Tulisan asli bisa dilihat di <a href="http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=25603&Itemid=37">sini</a></span>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8765837280236168561.post-45699762714399200642008-09-01T12:40:00.003+07:002008-09-01T13:21:18.617+07:00BERKACA DALAM LARON-LARON<div id="item_body" class="bodytext" author="agunghima" author_possessive="agunghima's">*<span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Catatan<a href="http://agunghima.multiply.com/"> <span style="text-decoration: underline;">Agung Hima</span></a><a href="http://agunghima.multiply.com/"></a></span><br /><br />Naskah : Laron-laron<br />Performer : <a href="http://komunitas-panggung.blogspot.com/">Komunitas Panggung Semarang (KOMPAS)</a><br />Sutradara : Alfiyanto<br />Pemain : Pandhu, Avana, Kusnu dll<br />Tempat : Unnes Sekaran, Gunung Pati – 20 agustus 2008<br /><br /><br /><div style="text-align: justify;"><a href="http://komunitas-panggung.blogspot.com/">Komunitas Panggung Semarang</a> memang belum cukup usia untuk melanglang buana, tapi dalam setiap geraknya ia begitu mewakili ketekunan untuk selalu mempersembahkan yang terbaik, menyuguhkan sebuah pertunjukan yang enak di tonton dan begitu sarat banyolan yang tidak “<span style="font-style: italic;">ndeso</span>”. Lewat naskah <span style="font-style: italic;">Laron-laron</span> milik <a href="http://prie-gs.com/">Prie GS</a>, Alfiyanto; sang sutradara; semakin mengukuhkan bentuk penggarapannya yang memliki cirinya sendiri. Meski tak jauh <span style="font-style: italic;">banget</span> dari komunitas induk semangnya Teater Lingkar, namun pengolahan bentuk penggarapannya memang berbeda.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Laron-laron</span> adalah naskah yang bicara tentang kegamangan dari sebuah pencarian kebenaran. Dengan seting sebuah perguruan/pesantren/sekolah yang notabene mempunyai pola dasar <span style="font-style: italic;">sendiko dawuh</span> dari mursyidnya yang begitu didewakan, maka murid-murid yang sedang <span style="font-style: italic;">ngangsu kawruh </span>tertoreh oleh kebingungan dalam menatap masa depannya. Sindiran cerdas dari <a href="http://prie-gs.com/">Prie GS </a>terasa selalu bernas untuk menggambarkan kekinian. Dalam wacana politik Indonesia mutakhir, patron paternalistik memang masih kentara dan laron-laron membidiknya dengan guliran model <span style="font-style: italic;">sampagan </span>yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Wacana kebenaran memang selalu menjadi santapan yang empuk dalam reportoar pertunjukan.<br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic;">Padahal, kan tidak ada mursyid yang tidak mengajarkan kebenaran. Padahal kebenaran itu kan satu. Lha kok setelah sampai bawah jadi bermacam-macam, ini piye, kok mbingungi?</span><br /><span style="font-style: italic;">Masak kebenaran saja di korupsi! Kebenaran itu kan bukan proyek, duhai mursyid!</span><br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Begitulah dialog kegamangan murid-muridnya yang berkelindan dengan kebenaran, kebenaran yang seharusnya tunggal, malah menjadi sebuah dasamuka yang menakutkan untuk dianut dan dilaksanakan. Kebenaran tunggal yang seharusnya suci telah dikorupsi, dikloning dan diadaptasi oleh beribu pikiran dari kepala murid-murid yang memang masih kebingungan mencari jati dirinya masing-masing. Dan kekacauan adalah keniscayaan yang didapati manakala tidak ada penjelasan yang memang dari mursyid yang tahu kebenaran.<br /><br />Ini serupa mengeja ayat-ayat dalam kitab suci yang penuh dengan mutasyabihat kemudian ditafsirkan secara serampangan oleh ahli-ahli tafsir yang bertujuan untuk menjalankan kebenaran. Dan mursyid sebagai waliyullah telah dianggap sebagai kebenaran itu sendiri mengalahkan nabi-nabi yang memang telah diberi tugas oleh sang khalik sendiri. Tak ada kata lain selain sabda pandhita ratu bagi seorang murid, serupa bagaimana masyarakat kita sekarang ini yang begitu taklid dengan apa kata kyai, pendeta dan romo-nya masing-masing. Sebuah pemikiran yang dipenjara oleh tradisi buruk untuk mewujudkan kemapanan dan kebenaran asas tunggal jaman dahulu kala.<br /><br />Hal inilah yang disoroti <a href="http://prie-gs.com/">Prie gs</a> sebagai pembuat naskah, dengan dialog-dialog yang segar dan sindiran tajam untuk para mursyid. Menjadi mursyid (<span style="font-style: italic;">pemimpin/ulama</span>) bukanlah perkara mudah, dalam keimanan islam barangkali boleh berucap alhamdullilah tapi dibalik semua itu dalam kesadaran tinggi ucapan itu seharusnya diganti dengan <span style="font-style: italic;">innalillahi wa inna ilaihi rojiun</span>, sebuah musibah dan ujian yang maha dahsyat akan segera terjadi manakala manusia ditunjuk sebagai pemimpin. Sebuah jabatan yang sangat akrab dengan kejumawaan, <span style="font-style: italic;">melenceng</span> sedikit saja, tahu-tahu sudah menjadi tuhan!<br /><br />Dan <a href="http://komunitas-panggung.blogspot.com/">Komunitas Panggung</a> telah menyuguhkannya dengan alunan irama <a href="http://thechangcuters.com/">changcuters</a>, berteriak <span style="font-style: italic;">I love u bibeh</span>, enteng tapi sebenarnya mempunyai makna yang dalam. Namun sebagaimana pilihan mazhab yang sejenis dengan sampagan, kedalaman sebuah naskah tersebut memang tidak akan mempunyai daya tonjok yang begitu kuat. <a href="http://komunitas-panggung.blogspot.com/">Komunitas Panggung</a> hanya menyentil telinga para penonton yang memang bebal itu dengan dialog-dialog konteplatif yang tertimbun oleh kelucuan-kelucuan para aktornya.<br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic;">Manusia dan dosa-dosanya adalah manusia dan pakaiannya, manusia dan keliru adalah manusia dengan perhiasaanya. Manusia tidak perlu gengsi mati dengan dosa menggayut di punggungnya. Karena bagaimana gusti allah membuktikan sifat rahman dan rahiimnya, kalau manusia yang marak sowan kepadanya tanpa tumpukan dosa. Manusia semacam itu justru manusia yang angkuh karena mengingkari kodratnya sebagai manusia. </span><br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Sebuah dialog yang asyik bukan? Sebuah dialog yang butuh perenungan hening. Dan tawaran <a href="http://komunitas-panggung.blogspot.com/">Kompas</a>, begitu mengena meski tak sepenuh sempurna. Tabik.<br /></div><br /><br />*<span style="font-style: italic;">Tulisan asli bisa dilihat di </span><a style="font-style: italic;" href="http://agunghima.multiply.com/reviews/item/5">sini</a><br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8765837280236168561.post-64585168084641297662008-07-31T14:34:00.001+07:002008-11-13T23:22:43.628+07:00Laron-Laron<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZbnKJPVRjIc-NEWogz-YyQQnXi4qqvZmjKQDfneUGVtIf6vA5S3CB9CoSLHF9Lg7p90Eh3EXtvW1ZNNSui0QTfiNgHzNJQnJPOPPrltOAZFYxrAPwLjhnW44QK_VZknTsSh0HFund18I/s1600-h/poster+laron+deal.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZbnKJPVRjIc-NEWogz-YyQQnXi4qqvZmjKQDfneUGVtIf6vA5S3CB9CoSLHF9Lg7p90Eh3EXtvW1ZNNSui0QTfiNgHzNJQnJPOPPrltOAZFYxrAPwLjhnW44QK_VZknTsSh0HFund18I/s400/poster+laron+deal.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5227870054667426162" border="0" /></a><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: center; color: rgb(204, 0, 0);font-family:georgia;"><span lang="ES" style="font-size:130%;">Laron-Laron adalah tentang suatu prosesi mencari. Sebuah ritual perjalanan, dari suatu titik mula ketika manusia ‘masih’ belia dan belum apa-apa, menuju puncak anak tangga tertinggi tempat dimana sayap-sayap akan rontok dan fana. Di sanalah, cahaya berada. <o:p></o:p></span></p>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8765837280236168561.post-63837495660814165642008-07-31T14:17:00.001+07:002008-07-31T14:38:02.589+07:00Jejak Langkah<div style="text-align: justify; color: rgb(255, 102, 102);"><span style="font-size:130%;">- </span><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Sakit Itu Mahal</span><span style="font-size:130%;"> karya </span><span style="font-style: italic;font-size:130%;" >Giring Purba</span><span style="font-size:130%;"> (2003)<br />- </span><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Lintah Darat</span><span style="font-size:130%;"> karya </span><span style="font-style: italic;font-size:130%;" >Giring Purba (</span><span style="font-size:130%;">2004)<br />- </span><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Balada Orang Pinggiran </span><span style="font-size:130%;">karya </span><span style="font-style: italic;font-size:130%;" >Stephanus Darmadi </span><span style="font-size:130%;">(2004)<br />- </span><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Pinangan </span><span style="font-size:130%;">karya </span><span style="font-style: italic;font-size:130%;" >Anton Chekov</span><span style="font-size:130%;"> (2005)<br />- </span><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Pasar Kobar</span><span style="font-size:130%;"> karya </span><span style="font-style: italic;font-size:130%;" >Eko Tunas</span><span style="font-size:130%;"> (2006)<br />- </span><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Obrok Owok Owok Ebrek Ewek Ewek</span><span style="font-size:130%;"> karya </span><span style="font-style: italic;font-size:130%;" >Danarto</span><span style="font-size:130%;"> (2007)</span></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8765837280236168561.post-56261353906979470372008-06-21T14:07:00.004+07:002008-11-13T23:22:44.227+07:00Obrok Owok Owok Ebrek Ewek Ewek<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVFloRpbGxrmbSe4dAn_SU73FfajQFlPH9kDExWDI1vEEUjuFKSXM63HiO5eFudLlQssdJZ-YF_kkbVGAuduc4Fjf4BgkwzkkWOvmpn9Po0h6dflHQhQboEMgj8fDGPeQpm3et5AcyAsU/s1600-h/PDVD_000.BMP"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVFloRpbGxrmbSe4dAn_SU73FfajQFlPH9kDExWDI1vEEUjuFKSXM63HiO5eFudLlQssdJZ-YF_kkbVGAuduc4Fjf4BgkwzkkWOvmpn9Po0h6dflHQhQboEMgj8fDGPeQpm3et5AcyAsU/s320/PDVD_000.BMP" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5214228755615023522" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi734RT414JjywvsvwVnYH258gRYX8q8GFegvzCnDooPsdtxhyGo9ojT1BBF-tKrPULmfczitiMJBxlFNW88SRRy3qbC8l7rA4K7nBq97jXCeHuN8P1xDWlPPtNMgOUhoshF8rNlrikkjQ/s1600-h/PDVD_003.BMP"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi734RT414JjywvsvwVnYH258gRYX8q8GFegvzCnDooPsdtxhyGo9ojT1BBF-tKrPULmfczitiMJBxlFNW88SRRy3qbC8l7rA4K7nBq97jXCeHuN8P1xDWlPPtNMgOUhoshF8rNlrikkjQ/s320/PDVD_003.BMP" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5214228756622444274" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwHllvPHKWKJnCM4GJe7GLm2PNrzPWLDkNsiRvSIQD7yA2HlJ9thinkKlkbpT2B5261wIFHT6ym4-Jyz909Wrz9pZgN1h2w68uMgkpIBN405GPDojvuSO_6pf5A2mhUqpie5s1GRm3gxc/s1600-h/PDVD_009.BMP"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwHllvPHKWKJnCM4GJe7GLm2PNrzPWLDkNsiRvSIQD7yA2HlJ9thinkKlkbpT2B5261wIFHT6ym4-Jyz909Wrz9pZgN1h2w68uMgkpIBN405GPDojvuSO_6pf5A2mhUqpie5s1GRm3gxc/s320/PDVD_009.BMP" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5214228760169538594" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;">Pentas <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Obrok Owok Owok Ebrek Ewek Ewek</span><br />Taman Budaya Raden Saleh Semarang 2007<br /></div>Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8765837280236168561.post-8583113116685017502008-06-21T13:22:00.009+07:002008-07-31T14:37:14.033+07:00Komunitas Panggung<div class="widget-content"><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102); text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;">Sebuah gerak tak berkesudahan dalam menyikapi realita kehidupan. Terdiri dari sekumpulan makhluk proses yang memilih untuk bersikap dalam sebuah kamar tanpa sekat bernama ‘panggung teater’. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102); text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;">Lahir pada 6 Maret 2003 atas prakarsa beberapa pekerja seni yang biasa berproses di <st1:place>Taman</st1:place> Budaya Raden Saleh <st1:city><st1:place>Semarang</st1:place></st1:city>.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102); text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;">Sebagai sebuah kelompok seni pertunjukan, Komunitas Panggung selalu berusaha menggali dan mencari keberadaan kemungkinan, untuk kemudian mengejawantahkan cara pandang dalam ruang-ruang artistik keteateran.</span></p><p style="font-weight: bold; color: rgb(255, 102, 102);" class="MsoNormal"></p><br /></div>Unknownnoreply@blogger.com