6.9.08
(http://www.wawasandigital.com)
SESIAPAPUN tak
Simak saja dialog seorang tokohnya, yakni Laron Sepuh, yang diperankan Khusnu. Tokoh Laron Sepuh tokoh tertua di antara laron-laron lainnya, dan hidup menyepi bersama pembantunya bernama Salindri (diperankan Dwi Aryanti). ‘’Aku orang yang kuat. Sangat kuat! Mana Mungkin aku bisa dengan tiba-tiba dibuat lemah, sangat lemah. Orang-orang itu pasti sedang dijangkiti halusinasi! Mereka pasti akan kecewa melihat siapa aku sebenarnya,’’ ujar Laron Sepuh kepada Salindri.
Kegundahan untuk lari dari kematian dengan alasan masih banyaknya persoalan yang belum terselesaikan, membuat Laron Sepuh digerogoti penyakit yang menyertai umur tuanya. Hingga pada akhirnya benar-benar mati dengan hanya ditemani pembantunya, Salindri. Sebagai pembantu dengan dedikasi dan kesetiaan tinggi, Salindri kemudian membawa jasad Laron Sepuh mencari apa yang diinginkan sang tuannya.
Hingga akhirnya, setelah sekian lama terbang, Salindri bertemu tokoh bernama Mursyid (diperankan To-ples). Melihat Salindri bingung terbang mencari puncak ketinggian, Mursyid berkata, ‘’Kenapa bingung menentukan rute terbang kalau jumlah arah hanya satu adanya. Laron-laron merayap untuk bersayap. Laron-laron bersayap untuk terbang. Dan tak ada penerbangan terindah selain terbang menuju cahaya. Karena di sanalah sayap-sayap akan rontok dan fana.’’
Terganggu hujan
Namun sayang, lakon karikaturistik karya Prie GS yang lebih banyak menampilkan sisi perjalanan salah satu makhluk hidup menentukan jalan hidupnya sendiri itu, terganggu dengan adanya hujan deras. Vokal para pemain pun hilang diterpa suara air yang jatuh menimpa atap, hingga gemericik suaranya benar-benar mematikan vokal pemain garapan Alfiyanto itu.
Sang sutradara, Alfiyanto, mengakui kelemahan para pemainnya. Dijelaskannya, para aktor yang dipilihnya kebetulan adalah aktor-aktor baru dalam pertunjukan teater di
Sejarah naskah Laron-laron sendiri cukup unik. Dengan dilatarbelakangi kondisi pribadinya saat itu, ditambah lagi Prie GS yang aktif dalam kelompok pengajian Suryo Ndadari milik Teater Lingkar, naskah itu kemudian muncul dengan diorama penuh canda dalam bentuk panggung pementasan. Namun sayang, Komunitas Panggung malam itu mementaskannya dengan cukup serius, hingga tak ada dialog-dialog canda dengan nada guyonan menyeringai.
Label: Catatan Pementasan